KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan ini
Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu B. Kuswanto, SST yang telah
membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis
makalah ini. Atas bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah
ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih
kurang sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung
dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini.
Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin,
baik itu bagi diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.
28,
November 2013
Penulis
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).
Otits media akut (OMA) dapat terjadi kare beberapa faktorpenyebab, seperti
sumbatan tuba eustachius (merupakan penyebab utama darikejadian otitis media
yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tubaeustachius terganggu),
ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan bakteri( Streptococcus peumoniae,
Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,dan bakteri piogenik lain, seperti
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus
vulgaris).
Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa
sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan OMA pada 2 tahun pertama
kehidupannya (Berman, 1995).Menurut Teele (1991) dalam Commissoet al. (2000),
33% anak akan mengalamisekurang-kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun
pertama. Terdapat 70%anak usia kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode
OMA (Bluestone,1996). Faktanya, ditemukan bahwa otitis media menjadi penyebab
22,7% anak-anak pada usia dibawah 1 tahun dan 40% anak-anak pada usia 4 sampai
dengan 5tahun yang datang berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar
sepertigakunjungan ke dokter didiagnosa sebagai OMA dan sekitar 75% kunjungan
balik ke dokter adalah untuk follow-up penyakit otitis media
tersebut (Teeleet al.,1989).
Menurut Casselbrant (1999) dalam Titisari (2005), menunjukkan bahwa19%
hingga 62% anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMAdalam tahun
pertama kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalamipaling sedikit satu
episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di AmerikaSerikat, insidens OMA
tertinggi dicapai pada usia 0 sampai dengan 2 tahun,diikuti dengan anak-anak
pada usia 5 tahun.
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami kelainan pendengaran pada pasien otitis media
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memberikan pengkajian pada pasien dengan otitis media
2. Mahasiswa mampu memberikan diagnosa pada pasien dengan otitis media
3. Mahasiswa mampu memberikan intervensi pada pasien dengan otitis media
4. Mahasiswa mampu memberikan implementasi pada pasien dengan otitis media
5. Mahasiswa mampu memberikan evaluasi pada pasien dengan otitis media
C. Definisi otitis media akut (OMA)
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005)
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yangdisebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah(Smeltzer, 2001).
Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruhperiosteum
telinga tengah (Mansjoer,Arif,2001).
D. ETIOLOGI
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dariotitis
media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tubaeustachius
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telingatengah juga akan
terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di
sekitarnya(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan
rhinitisalergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin
besarkemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMAdipermudah
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
3. BakteriBakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,dan
bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,Staphylococcus aureus,
E. coli, Pneumococcus vulgaris.
E. PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA)
yangdiebabkan oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati
tubaeustachius. Ketika bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat
menyebabkaninfeksi dan terjadi pembengkakan, peradangan pada saluran tersebut.
Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi
kelenjarminyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di belakang membran
timpani.Jika sekret bertambah banyak maka akan menyumbat saluran
eustachius,sehingga pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan
tulang osikel(maleus, incus, stapes) yang menghubungkan telinga bagian dalam
tidak dapat bergerak bebas. Selain mengalami gangguan pendengaran, klien juga
akan mengalami nyeri pada telinga. Otitis media akut (OMA) yang berlangsung
selama lebih dari dua bulandapat berkembang menjadi otitis media supuratif
kronis apabila faktor higienekurang diperhatikan, terapi yang terlambat,
pengobatan tidak adekuat, dan adanyadaya tahan tubuh yang kurang baik.
F.
MANIFESTASI KLINIS
1. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral
pada orang dewasa.
·
Membrane tymphani merah, sering
menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada
otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga
tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami
perforasi.
·
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane
tymphani
·
Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
·
Demam
·
Anoreksia
·
Limfadenopati servikal anterior
G. KOMPLIKASI
a)
Peradangan telinga tengah (otitis media)
yang tidak diberi terapi secarabenar dan adekuat dapat menyebar ke jaringan
sekitar telinga tengahtermasuk ke otak, namun ini jarang terjadi setelah adanya
pemberianantibiotik.
b) Mastoiditis
c) Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
d) Keseimbangan tubuh terganggu
e) Peradangan otak kejang
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan
mikroskop dan alat penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk
antibiotika sering membantu bila terdapat cairan purulen.
Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat
tidk efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah
timpanoplasti-rekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari
timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi,
telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran.
Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik secara
transkanal atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah diinspeksi secara
teliti, dan hubungan antara osikulus dievalusi. Terputusnya rantai osikulus
adalah yang paling sering terjadi pada otitis media, namun masalah rekonstruksi
juga akan muncul dengan adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler
akibat cidera kepala. Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi stelah
penutupan lubang perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum.
I. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIC
yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini diantaranya
meliputi :
·
Otoscope untuk melakukan auskultasi pada
bagian telinga luar
·
Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan
kekakuan membran timpany
·
Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan
bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui
membrane timpani)
J. TERAPI
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awalditujukan untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan
pemberianantibiotik dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
·
Stadium OklusiTujuan : membuka kembali
tuba eustachius, sehingga tekanan berkurang ditelinga tengah hilang. Diberikan
obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5% dalamlarutan fisiologik (anak <12 tahun)
atau HCl efedrin 1% (di atas 12 tahun danpada orang dewasa).
·
Stadium PresupurasiObat tetes hidung dan
analgetika, antibiotika (biasanya dari golonganpenisilin/ampisilin).
·
Stadium SupurasiDisamping antibiotika,
idealnya harus disertai dengan miringotomi bilamembran tympani masih utuh.
·
Stadium ResolusiMembran tympani berangsur
normal kembali, sekret tidak ada lagi danperforasi membran tympani menutup.
K. PENCEGAHAN
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya
OMApada anak antara lain:
1. Pencegahan terjadinya ISPA pada bayi dan anak-anak
2. Pemberian ASI minimal selama enam bulan
3. Hindari pemberian susu botol ketika anak dalam keadaan berbaring
4. Hindari pajanan terhadap asap rokok
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN OMA
A. PENGKAJIAN
1) Identitas klien
2) Riwayat kesehatan
·
Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran
(kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan
membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah
polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.
·
Riwayat kesehatan sekarang
kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, Seperti
penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
·
Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak
salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau tidaknya
riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada
keluarga.
3) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien
·
Kepala
Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan di daerah telinga,dengan
menggunakan senter ataupun alat-alat lain nya apakah ada cairan yang keluar
dari telinga,bagaimana warna, bau, dan jumlah.apakah ada tanda-tanda radang.
·
Kaji adanya nyeri pada telinga
·
Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar
limfe di daerah leher
·
Dada / thorak
·
Jantung
·
Perut / abdomen
·
Genitourinaria
·
Sistem integumen
·
Sistem neurologi
·
Data pola kebiasaan sehari-hari
2. Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah ada
perbedaan konsumsi diit nya.
b. Eliminasi
Kaji miksi,dan defekasi klien
c. Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini,agak susah untk
berkomunikasi dengan orang lain karena ada gangguan pada telinga nya sehingga
ia kurang mendengar/kurang nyambung tentang apa yang di bicarakan orang lain.
3. Pemeriksaan diagnostik
a)
Tes Audiometri : AC menurun
b)
X ray : terhadap kondisi patologi
c)
Tes berbisik
d)
Tes garpu tala
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan
dengan prosesperadangan pada telinga tengah
2) Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan
efek kehilanganpendengaran
3) Perubahan persepsi/sensoris berhubungan
dengan obstruksi, infeksidi telinga tengah atau kerusakan di syaraf
pendengaran.
4) Cemas berhubuangan dengan nyeri yang
semakin memberat
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
proses peradangan pada telinga tengah
Tujuan dan kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :Nyeri yang dirasakan kien berkurang dengan skala 2-0
darirentang skala 0-10
|
|
|
2. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek
kehilangan pendengaran.
Tujuan dan kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan : Klien dapat kembali mendengar dan melakukan
komunikasi
Kriteria hasil :
·
Klien dapat melakukan komunikasi dengan
baik
·
Menerima pesan melalui metoda pilihan
(misal : komunikasitulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada
telinga yangbaik.
|
1.
Dapatkan apa metode komunikasi yang
dinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf
dan klien, eperti : tulisan, berbicara, ataupun bahasa isyarat.
2.
Kaji kemampuan untuk menerima pesan
secara verbal.- Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan
perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik
dari pada berbicara dengan keras).
3.
Tempatkan klien dengan telinga yang baik
berhada pandengan pintu.
|
1.
Dengan mengetahui metode komunikasi yang
diinginkan oleh klienmaka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan
dengankemampuan dan keterbatasan klien.
2.
Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat
kepada klien dapatditerima dengan baik oleh klien.
3.
Memungkinkan komunikasi dua arah anatara
perawat dengan kliendapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima
pesanperawat secara tepat.
|
3. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dengan obstruksi,
infeksidi telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan dan kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris
pendengaransampai pada tingkat fungsional
|
1.
Ajarkan klien untuk menggunakan dan
merawat alat pendengaransecara tepat
2.
Instruksikan klien untuk menggunakan
teknik-teknik yang amandalam perawatan telinga (seperti: saat membersihkan
denganmenggunakan cutton bud secara hati-hati, sementara waktu
hindariberenang ataupun kejadian ISPA) sehingga dapat mencegahterjadinya
ketulian lebih jauh.
3.
Observasi tanda-tanda awal kehilangan
pendengaran yang lanjut.
4.
Instruksikan klien untuk menghabiskan
seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik
maupun lokal).
|
1.
Keefektifan alat pendengaran tergantung
pada tipegangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
2.
Apabila penyebab pokok ketulian tidak
progresif, makapendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksisehingga
harus dilindungi.
3.
Diagnosa dini terhadap keadaan telinga
atau terhadap masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen.
4.
Penghentian terapi antibiotika sebelum
waktunya dapatmenyebabkan organisme sisa resisten sehingga infeksi
akanberlanjut.
|
4. Cemas berhubuangan dengan nyeri yang semakin memberat
Tujuan dan kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
·
Klien mampu mengungkapkan
ketakutan/kekuatirannya.
·
Respon klien tampak tersenyum.
|
1.
Berikan informasi kepada klien seputar
kondisinya dan gangguanyang dialami.
2.
Diskusikan dengan klien mengenai
kemungkinan kemajuan darifungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan
kliendalam berkomunikasi.
3.
Berikan informasi mengenai kelompok yang
juga pernahmengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk
memberikandukungan kepada klien.
4.
Berikan informasi mengenai sumber-sumber
dan alat-lat yangtersedia yang dapat membantu klien.
|
1. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi denganefektif
tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangirasa cemasnya.
2. Harapan-harapan yang tidak realistik tidak dapat mengurangikecemasan,
justru malah menimbulkan ketidak percayaan klienterhadap perawat.
3. Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yangpaling tepat untuk
kehidupannya sehari-hari disesuaikan dnegantingkat keterampilannya sehingga
dapat mengurangi rasa cemas danfrustasinya.
4. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yangsama akan
sangat membantu klien.
|
BAB III
PENDAHULUAN
A. Definisi Otitis Media Purulenta (OMP)
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering
terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media perforata (OMP) atau otitis media
supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau
bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999)
Otitis media koronik adalah perforasi pada gendang
telinga ( warmasif, 2009)
Otitis media kronis
adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya satu
bulan serta orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih, 2007)
Otitis media kronik
adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam
kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15
tahun.
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis
media akut yang tak tertangani.
Kesimpulan :
OMP atau OMSK adalah peradangan pada
telinga tegah dengan perforasi membrane timpani dimana ditandai dengan secret
yang keluar dengan konsistensi encer maupun kental baik secara terus menerus
atau hilang timbul. Selama > 2bulan atau paling sedikit 1 bulan.
B. Etiologi OMP
Otitis media
kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media
akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam
telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka
bakar karena panas atau zat kimia.
Bisa juga
disebabkan karena bakteri, antara lain:
a)
Streptococcus.
b)
Stapilococcus.
c)
Diplococcus
pneumonie.
d)
Hemopilus
influens.
e)
Gram Positif
: S. Pyogenes, S. Albus.
f)
Gram Negatif
: Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
g)
Kuman
anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Penyebab OMK antara lain:
1.
Lingkungan
Hubungan
penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosioekonomi
rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan
hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.
2.
Genetik
Faktor
genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3.
Riwayat
otitis media sebelumnya
Secara umum
dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4.
Infeksi
Bakteri yang
diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram
(-), flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5.
Infeksi
saluran nafas atas
Banyak
penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam
telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6.
Autoimun
Penderita
dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK
7.
Alergi
Penderita
alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal
ini belum terbukti kemungkinannya.
8.
Gangguan
fungsi tuba eustachius
Pada otitis
media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah
hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi
tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa
faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada OMK
adalah:
a)
Infeksi yang
menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga
purulen berlanjut.
b)
Berlanjutnya
obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
c)
Beberapa
perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
d)
Pada pinggir
perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas
sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
C. Patofisiologi OMP
Patofisiologi
OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium
kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk
diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir
selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor
antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan
tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus
infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang
infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi
membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap
di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan
adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan
berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang
terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di
dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan
penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang
terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal.
Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga tengah
akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi
berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan
pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang tidak
steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran
napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai
dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
D. Manifestasi
Klinis OMP
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media
Kronis:
1. OMK tipe
benigna:
a. Telinga
Berair (Otorrhoe)
Sekret
bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali
sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan
sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa
secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberculosis
b. Gangguan Pendengaran
Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat
c. Otalgia
(Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis
d. Vertigo
Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo
dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
2. OMK tipe
maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan
kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu,
kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih
mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif
timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat
penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif
dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada
tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.
Gejalanya bervariasi, berdasarkan
pada lokasi perforasi gendang telinga:
1.
Perforasi
sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga). Otitis media
kronis bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya pilek) atau
karena telinga kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya biasanya
adalah bakteri. Dari telinga keluar cairan berbau busuk tanpa disertai rasa
nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol yang
disebut polip, yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang
telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar. Infeksi yang menetap juga
bisa menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran (tulang-tulang kecil
di telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga dalam)
sehingga terjadi tuli konduktif.
2.
Perforasi
marginal (lubang terdapat di pinggiran
gendang telinga). Bisa terjadi tuli konduktif dan keluarnya cairan dari
telinga.
3.
Perforasi
atik (lubang terdapat pada pars flaksida). Biasanya terjadi tuli konduktif dan
keluarnya cairan dari telinga
E. Pemeriksaan
penunjang dan laboraturium OMP
a)
Pemeriksaan
penunjang
1.
Audiometrik
untuk mengetahui tuli konduktif
Pada pemeriksaan audiometri
penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai
adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.
2. Foto rontgent untuk mengetahui
patologi mastoid
3. Otoskop untuk melihat perforasi
membran timpani
b)
Pemeriksaan
Radiologi
1. Proyeksi Schuller: memperlihatkan
luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
2. Proyeksi Mayer atau
Owen: Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulang- tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver: memperlihatkan
gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis
auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya
pembesaran.
4. Proyeksi Chause III: memberi
gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini
dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan
kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
5. Bakteriologi : Bakteri yang sering
dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan
Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa,
dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E.
Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
F. Penatalaksanaan OMP
a.
Prinsip
terapi OMSK tipe jinak atau aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus menerus maka diberi obat pencuci telinga berupa
larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
dan kortikesteroid. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampicillin
atau eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang
dicurigai ada resistensi terhadap ampicillin dapat diberikan ambicillin dengan
asam klavulanat. Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada
setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
b.
Prinsip
terapi OMSK tipe bahaya atau maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat
abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
sebelum mastoidektomi. Infeksi kronis telinga tengah dapat menyebabkan
mastoiditis. Ada beberapa jenis teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain :
Mastoidektomi
sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang
tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi
tenang dan telinga tidak berair lagi.
Mastoidektomi
radikal
pada OMK maligna dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga
luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga
daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk
membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
Mastoidektomi
radikal dengan modifikasi
Dilakukan pada OMK dengan
kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga
mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan
operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang
sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi
membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,
dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna
dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa
diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi
membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal
istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Timpanoplasti
dengan pendekatan ganda
Dikerjakan pada kasus OMK tipe
maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi
untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan
teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu
liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun
teknik operasi ini pada OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena
sering timbul kembali kolesteatoma.
G. Komplikasi
OMP
Klasifikasi komplikasi OMSK menurut
Adam dkk (1989) :
a.
Komplikasi
di telinga tengah :
·
Perforasi membran timpani persisten
·
Erosi tulang pendengaran
·
Paralisis nervus fasialis
b.
Komplikasi
di telinga dalam :
·
Fistula labirin
·
Labirinitis supuratif
·
Tuli saraf (sensorineural)
c.
Komplikasi
ekstradural :
·
Abses ekstradural
·
Trombosis sinus lateralis
·
Petrositis
d.
Komplikasi
ke susunan saraf pusat :
·
Abses otak
·
Meningitis
·
Hidrosefalus otitis
BAB IV
Asuhan
keperawatan OMP
Kasus.
An. Z (12
tahun) dirawat dengan keluhan telinga bagian sebelah sinistra suka mengeluarkan
cairan sudah sebulan berlangsung. Dan sudah membawa ke dokter tapi belum ada
perubahan. Keluhan lain yang suka dirasakan serangan vertigo hebat yang
kadang-kadang muncul. Dari pemeriksaan dengan menggunakan Othoscope ada
perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga. Dan saat dites dengan
audiogram menunjukkan kesan tuli konduktif. Hasil Radiologi : mastoid tampak
sklerotik, hal ini akibat erosi oleh koleasteatoma. Dokter mendiagnosa An. Z
mengalami Otitits media purulenta(OMP), dan besok adan dipersiapkan untuk
dilakukan mastoidektomi. Keluarga An. Z sangat cemas telinga anaknya akan di
oprasi. Tanda-tanda vital saat ini TD : 110/90mmHg, Nadi 100x/menit, Suhu 39oC,
Pernafasan 24 x/menit, BB saat ini 39,5
A. Pengkajian
1)
Data Pasien :
Nama :
An. Z
Tempat, Tanggal Lahir :
Jakarta, 03 januari 2001
Umur :
12 tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Agama :
Islam
Suku :
Jawa
Pekerjaan :
-
Status perkawinan :
-
Status pendidikan :
SMP
Diagnosa medis :
Otitis Media Purulenta
2) Riwayat penyakit :
a. Keluhan Utama :
Klien datang ke Rumah Sakit hari Senin, 13 mei 2013 dengan keluhan sudah 1
bulan ini telinga kirinya mengeluarkan cairan, kadang-kadang timbul vertigo
hebat dan sudah ke dokter namun tidak ada perubahan,
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh perawat R didapatkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan
othorschop ada perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga, saat di test
audiogram menunjukkan kesan tuli konduktif, hasil radiologi : mastoid tampak
sklerotik, akibat adanya koleasteatoma, hasil pemeriksaan TTV : TD : 110/90
mmHg ; Nadi : 100x/menit ; Suhu : 39oC
; RR : 24x/menit , BB sekarang 39,5 kg. Dokter mendiagnosa pasien mengalami
otitis media purulrnta (OMP) dan besok akan dipersiapkan untuk dilakukan oprasi
mastoidektomi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
1 bulan ini telinga
kirinya mengeluarkan cairan dan Klien sudah ke dokter namun tidak ada perubahan
(pengobatan tidak tuntas), Kemungkinan klien pernah mengalami penyakit infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga klien tidak
ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan diderita klien
·
Data fokus
DATA
SUBJEKTIF
|
DATA OBJEKTIF
|
·
Klien mengeluh sudah 1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan
cairan
·
Klien mengeluh vertigo hebat kadang-kadang muncul
·
Klien mengatakan sudah berobat namun tidak ada perubahan
·
Klien dan keluarga klien mengatakan cemas akan tindakan oprasi
·
Kemungkinan klien mengeruh telinganya terasa penuh
·
Klien mengatakan pendengarannya berkurang
|
·
Pada telinga klien terdapat cairan yang purulent
·
Tanda-tanda vital :
TD : 110/90 mmHg
HR : 100x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 39oC
·
Hasil pemeriksaan othoscope adanya perforasi di pars flaksida
dekat gendang telinga
·
Hasil test audiogram tampak kesan tuli konduktif
·
Hasil radiologi : mastoid tampak sklerotik akibat erosi oleh
kolesteatoma
·
Klien tampak tidak paham tentang penyakitnya
·
Klien dan keluarga klien terlihat cemas dan takut
|
·
Analisa Data
DATA
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
DS
:
· Klien mengeluh sudah 1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan
cairan
· Kemungkinan klien mengeruh telinganya terasa penuh
· Klien mengatakan pendengarannya berkurang
DO
:
· Pada telinga klien terdapat cairan yang purulent
· Hasil pemeriksaan othoscope adanya perforasi di pars flaksida
dekat gendang telinga
· Hasil test audiogram tampak kesan tuli konduktif
|
Gangguan
persepsi sensori audiotori
|
Perubahan
sensori persepsi
|
DS :
· Klien mengeluh sudah 1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan
cairan
· Klien mengeluh vertigo hebat kadang-kadang muncul
DO:
· Tanda-tanda vital :
TD : 110/90 mmHg
HR : 100x/menit
· Hasil pemeriksaan othoscope adanya perforasi di pars flaksida
dekat gendang telinga
· Hasil radiologi : mastoid tampak sklerotik akibat erosi oleh
kolesteatoma
|
Resiko terjadi injuri / trauma
|
Vertigo
|
DS :
·
Klien mengatakan sudah berobat namun tidak ada perubahan
DO:
· Klien tampak tidak paham tentang penyakitnya
|
Kurang pengetahuan
|
kurangnya
informasi tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.
|
DS :
·
Klien dan keluarga klien mengatakan cemas akan tindakan oprasi
DO:
· Klien dan keluarga klien terlihat cemas dan takut
|
Cemas
|
prosedur tindakan pembedahan
|
B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1. Gangguan persepsi sensori auditori b/d perubahan sensori persepsi
2. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin
: vertigo
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan OMA yang tepat.
4. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
b. Post Operasi
1.
Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
2.
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomi
e. Intervensi
a. Pre Operasi
NO DX
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
1
|
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
7×24 jam Gangguan persepsi sensori (audiotory) pada pasien dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Tidak
terdapat otorrhoe yg purulent pada pasien.
2. Tidak
terdapat cairan dari dan di telinga pasien.
3. Telinga
tampak bersih.
|
Mandiri :
1.
Monitor TTV (
S, N, RR, TD ) tiap 8 jam.
2.
Lakukan
irigasi telinga dengan air hangat.
Kolaborasi :
1.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat tetes telinga.
2.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian antibiotika.
|
2
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan resiko injuri/trauma
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
-
TD normal (120/80 mmHg)
-
HR : 80-100x/mnt
-
Pusing berkurang
-
Pasien tidak mengalami injuri
|
Mandiri :
1. Kaji ketidakseimbangan tubuh
pasien
2. Observasi tanda vital
3. Beri lingkungan yang aman dan
nyaman
4. Anjurkan teknik relaksasi untuk
mengurangi pusing
5. Penuhi kebutuhan pasien
6. Libatkan keluarga untuk menemani
saat pasien bepergian
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik
|
3
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan Pengetahuan
pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat
dengan criteria hasil :
1. Pasien menyatakan paham dengan informasi yang disampaikan perawat
2. Pasien mampu mendemonstrasikan
prosedur pencegahan dan pengobatan dengan tepat.
|
Mandiri :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan
kebutuhan pasien
c. Susun bersama hasil yang
diharapkan dalam bentuk kecil dan realistik untuk memberikan gambaran pada
pasien tentang keberhasilan
d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk
bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama
diskusi dengan pasien
h. Pertahankan kontak mata selama
diskusi dengan pasien
i. Berikan informasi langkah demi
langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur
j. Beri pujian atau reinforcement
positif pada klien
|
4
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan Kecemasan pasien berkurang /
hilang dengan criteria hasil :
1. Pasien dan
keluarga tidak
cemas
2. Keluarga mau menemani pasien
|
Mandiri :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan
keluarga tentang prosedur tindakan pembedahan
2. Jelaskan pada pasien tentang apa
yang harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan pembedahan
3. Berikan reinforcement positif atas
kemampuan pasien
4. Libatkan keluarga untuk memberikan
semangat pada pasien
|
c.
Post Operasi
a.
NO DX
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
1
|
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3×24 jam nyeri pasien teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Nyeri hilang
2. Skala nyeri 0
|
Mandiri :
1.
Kaji tingkat nyeri pasien
2.
Kaji faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
3.
Ajarkan teknik relaksasi untuk
menghilangkan nyeri
4.
Anjarkan pada pasien untuk banyak
istirahat baring
5.
Beri posisi yang nyaman
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik
|
2
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Resiko infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
1. Infeksi tidak terjadi
2. Luka operasi dalam kondisi baik
|
1.
Mandiri :
2.
Kaji kemungkinan terjadi infeksi /
tanda-tanda infeksi
3.
Observasi pasien
4.
Lakukan perawatan ganti balutan
dengan teknik steril setelah 24 jam dari operasi
5.
Kaji keadaan daerah poerasi
6.
Ganti tampon setiap hari
7.
Pasang pembalut tekan bila
dilakukan insisi mastoid
8.
Bersihkan daerah operasi setelah 2
– 3 minggu
9.
Anjurkan pasien untuk kontrol
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antibiotik
|
PENUTUP
A. KESIMPULAN
·
Otitis media akut (OMA)
Menurut Smeltzer, 2001, Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi
pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnyasaluran/tuba
eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibatinfeksi bakteri
yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yangberulang pada
anak juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA padaanak.
Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain:
StadiumHiperemi, Oklusi, Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana
manifestasidari OMA juga tergantung pada letak stadium yang dialami oleh klien.
Terapi dariOMA juga berdasar pada stadium yang dialami klien. Dari perjalanan
penyakitOMA, dapat muncul beberapa masalah keperawatan yang dialami oleh
klien,antara lain: gangguan rasa nyaman (nyeri), perubahan sensori
persepsipendengaran, gangguan komunikasi, dan kecemasan.
·
Otitis media purulenta (OMP)
Otitis media perforata (OMP) atau
otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau
bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999).
B. SARAN
Untuk klien dan keluarga
Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun
teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang
diharapkan tidak tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Mansjoer Arif dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran
Jilid I . MediaAesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia.Jakarta.
2.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998
3.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997
7. Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran. Jakarta
:EGC.
8. Vaughan,Daniel
G.dkk.2000.Oftalmologi Umum.edisi 14.
Jakarta : Widya Medika.
9. Soepardi,
Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Ke-enam.
Jakarta: FKUI
10. Djaafar ZA.
Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
11. Helmi.
Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar